Jalanku Tak Semulus Jalan Tol

Perasaan iri itu terus saja timbul ketika menyaksikan mereka dengan mudahnya mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sedangkan aku, harus menelan pahitnya kehidupan yang kejam ini.

Sebelum kita berlanjut, ada hal yang ingin kutanyakan kepadamu. Iya kamu.

Sampai kapan hidupmu akan terus seperti itu?

Percayalah. Aku, kamu, mereka sebenarnya sama saja. Iya, sama saja.

Cobalah tengok sekitarmu, atau cobalah tengok ayah, ibu, kakak ataupun adikmu. Mereka sama seperti kita. Punya beban kehidupan yang sukar mereka emban. Mereka juga lelah, mereka juga iri, mereka juga muak, tapi mereka hanya tak ingin menampakkannya padamu. Karena apa? Karena mereka sayang padamu.

Percayalah. Mereka sangat sayang kepadamu, hanya saja cara mereka yang tidak mampu kau cerna, itu karena kamu. Kamu tidak menganggapnya atau bahkan menyia-nyiakannya.

Bila tak percaya, tataplah matanya. Mata penuh kesenduan, mata penuh ketakutan, mata penuh harapan, bahhwa kau mampu melewati semua ini.

Percayalah. Perasaan iri akan mengjangkiti siapapun. Walau kadarnya berbeda-beda.

***

Jalan hidup (baca: takdir ) setiap orang berbeda-beda. Tidak ada yang sama dan memiliki jalan ceritanya masing-masing. Pun, memiliki kompleksitas masalahnya masing-masing.

Lantas apa yang sebenarnya kau irikan ? Pertanyaan ini seharusnya menjadi dasar pijakan terhadap segala rasa iri yang muncul. Jangan sampai rasa iri yang timbul hanya karena rasa ketidaksukaan terhadap individu, karena ini sangatlah berbahaya. Kita akan merusak kehidupan dan masa depan kehidupan. Hal tersebut lantaran pikiran kita sudah dikuasi oleh rasa ketidaksukaan dan akan mencari-cari semua keburukan atau kesialan yang dialami hanya untuk pemuasaan hati. Padahal tindakan itu tidak akan pernah mendapatkan rasa kepuasan.

Cobalah kau pergi suatu tempat yang menurutmu menyenangkan atau tidak menyenangkan bagimu. Tanyalah kepada orang-orang tentang pendapat mereka tentang hal tersebut. Maka akan menemukam bahwa setiap orang memiliki cara dan pandangannya masing-masing. Tidak semua orang merasa senang, pun tidak semua orang merasa sedih.

Mereka mengalami prosesnya pencapaiannya masing-masing. Ada yang terus optimis walau jalannya berat, tak pernah ia nampakkan kepada orang lain. Sehingga orang-orang menganggapnya sebagai orang yang beruntung.

Ada juga yang terus merasa putus asa, merasa apa yang dilakukannya hanyalah sia-sia. Tidak ada jalan yang memberikanya hasil secara maksimal. Padahal keyakinan dalam dirinya pun tidak ada, tidak yakin ia bisa mencapinya.

Ada pula yang terus sesumbar, mengatakan bahwa hidupnya begitu enaknya. Padahal terkadang itu adalah kamuflase menutupi segala gundah yang ada di hatinya. Ia bahkan rela menjadi orang lain demi memuaskan ego.

Tentu setiap orang punya caranya sendiri. Tugas kita hanyalah terus berusaha dan berupaya. Memperbanyak doa dan tentunya membahagiakan orang lain semampu kita.

***

Semua orang pada intinya mampu mendaki gunung bromo. Tap, setiap orang punya pilihan untuk mencobanya atau tidak.

Comments